Senin, 28 April 2014

[REVIEW NOVELA BE MINE]

KISAH CINTA DALAM TIGA NOVELA
Resensator: Susi S. Idris (@susIdris)


Judul Buku    : Be Mine
Pengarang    : Sienta Sasika Novel, Monica Anggen, Kezia Evi Wiadji
Penerbit       : Cakrawala (Media Pressindo Group)
Cetakan       : Pertama, 2014
Tebal            : 236 halaman
ISBN           : 978-979-383-234-0

        Buku kumpulan puisi atau kumpulan cerpen tentu sudah tidak asing bagi kita, baik yang ditulis bersama maupun yang ditulis sendiri. Namun, mungkin sebagian dari kita belum pernah mendengar atau membaca buku kumpulan novela (novel pendek). Tahun 2014 ini, penerbit Cakrawala menerbitkan buku kumpulan novela berjudul Be Mine karya Sienta Sasika Novel, Monica Anggen, dan Kezia Evi Wiadji.
        Be Mine berisi tiga novela yang sama-sama menghadirkan suasana valentine’s day (hari kasih sayang) dalam ceritanya. Meskipun demikian, ketiga pengarang mampu menghadirkan kisah cinta yang berbeda dalam masing-masing novelanya. Selain karena perbedaan usia para tokoh utama dari ketiga novela dalam Be Mine, gaya bercerita yang berbeda juga membuat ketiga novela tersebut memiliki keistimewaan masing-masing.
        Novela pertama dalam Be Mine berjudul “In Love with You” karya Sienta Sasika Novel. Novela ini berkisah tentang tokoh Sienta yang berusaha membuktikan perkataannya kepada Bintang, cowok yang ia taksir, bahwa ia yang selalu dianggap o’on juga mampu berprestasi. Semua itu berawal dari kenekatan Sienta untuk mengungkapkan perasaannya kepada Bintang di hari ulang tahun cowok jenius itu. Di hari itu, Sienta memberikan sebuah cokelat kepada Bintang. Dengan terbata-bata, ia pun berusaha mengungkapkan isi hatinya. Namun, belum selesai menyatakan perasaannya, Bintang sudah mengembalikan cokelat itu seraya berkata bahwa ia tidak menyukai cewek o’on. Merasa harga dirinya diinjak-injak, Sienta pun membela diri dengan mengatakan bahwa ia tidak o’on dan bisa secerdas Kinan, cewek yang selama ini dekat dengan Bintang. Bintang pun menantang cewek itu dengan berkata bahwa ia akan menerima cokelat Sienta di hari valentine yang tinggal beberapa bulan lagi, jika nilai-nilai mata pelajaran Sienta mampu masuk lima puluh besar. Sienta pun menerima tantangan tersebut dengan penuh percaya diri (hlm. 24-27).
        Ketidakpercayaan diri kemudian muncul saat Sienta yang memang selalu mendapat peringkat dua ratusan di antara seluruh teman kelas dua belasnya, merasa tak punya strategi untuk meningkatkan nilai-nilainya dalam waktu kurang lebih empat bulan. Apalagi dua teman akrabnya, Aira dan Yunna, juga tidak yakin jika Sienta mampu. Namun suatu hari, ibu Sienta tiba-tiba meminta Bintang—yang saat itu belum lama menjadi tetangga mereka—untuk menjadi tentor pribadi Sienta, karena ibunya tahu jika Bintang selalu mendapat juara kelas. Bintang pun tak sanggup menolak permintaan itu, begitu pun Sienta. Akhirnya, Bintang sendirilah yang harus mengajari Sienta untuk menaklukkan tantangan yang dibuatnya.
        Apakah Bintang akan mengajari Sienta dengan sungguh-sungguh? Lalu mengapa Bintang tidak mau kepindahannya di samping rumah Sienta diketahui oleh Kinan? Apakah Bintang dan Sienta akan jadian? Pertanyaan terakhir ini biasanya mudah ditebak pada ending cerita-cerita percintaan khas anak SMA, namun tidak dengan “In Love with You”. Penyelesaian dalam novela ini akan membuat Anda bertanya-tanya bagaimana kisah Bintang dan Sienta saat kuliah nanti?      
        Selain penyelesaian cerita yang tidak mudah ditebak, novela “In Love with You” juga memiliki kelebihan lain, di antaranya adalah penggunaan alur maju mundur oleh pengarang dengan lompatan cerita yang cepat, membuat novela yang minim konflik ini menjadi tidak datar dan tidak membosankan. Apalagi, percakapan-percakapan yang dihadirkan pengarang antara Sienta dan dua teman akrabnya, juga antara Sienta dan Bintang, sangat seru untuk diikuti. Mengalir sesuai dengan usia dan karakter masing-masing tokoh.
        Selain itu, pada beberapa bagian, novela ini mampu menghadirkan kelucuan, baik dalam bentuk narasi maupun percakapannya. Salah satunya adalah ketika Sienta terlambat bangun dan ia bersikeras ingin nebeng di motor Bintang untuk ke sekolah, tetapi Bintang terus menolak, sehingga terjadi perdebatan antara keduanya (hlm. 47). Perdebatan tersebut sangat kocak, akan membuat pembaca tersenyum atau bahkan tertawa.
        Meskipun memiliki banyak kelebihan, novela berjumlah 71 halaman ini juga tidak luput dari kekurangan. Pertama, di dua bagian awal digambarkan bahwa Bintang yang datang melihat papan pengumuman menjadi perbincangan banyak teman-temannya. Kinan bahkan sampai bertanya-tanya, apa yang dilihat Bintang di papan pengumuman tersebut. Pengarang memberikan alasan bahwa teman-temannya bersikap demikian, karena Bintang selalu mendapat peringkat pertama dalam ujian. Jadi, untuk apa lagi Bintang datang melihat papan pengumuman? Namun, alasan tersebut terasa aneh. Bukankah di papan pengumuman itu tertera nilai (bukan hanya peringkat)? Tentu tidak mungkin setiap ulangan (pada semua mata pelajaran) Bintang mendapat nilai seratus? Jadi, penggambaran tersebut sedikit janggal. Lagipula, secerdas apapun seseorang di sekolahnya, tentu ia juga akan antusias melihat nilai ulangannya di setiap mata pelajaran.  
        Kekurangan selanjutnya, yaitu pada saat Sienta, Aira, Yunna, dan Bintang bermain lempar-lempar boneka dan bantal di kamar Sienta. Agak “geli” membayangkan Bintang yang sejak awal digambarkan menutup diri dengan cewek (tidak punya teman cewek selain Kinan), mau bermain lempar-lempar boneka dan bantal di kamar seorang cewek dengan tiga teman ceweknya. Pemilihan latar kamar Sienta sebagai tempat belajar mereka terasa kurang sesuai dengan karakter Bintang.
        Selanjutnya, “Tink for Peter (Pan)” karya Monica Anggen. Novela kedua dalam Be Mine ini berkisah tentang cinta yang perlahan-lahan hadir antara Peter dengan Tineke, padahal Tineke sudah lebih dahulu menaruh hati pada Bram, dan Bram pun telah lama memendam cinta kepada Tineke. Di sisi lain, ada Windry yang juga menyukai Peter.
        Awalnya Peter menganggap bahwa Tineke adalah perempuan yang cerewet dan selalu menimbulkan kekacauan dalam hidupnya, namun lambat laun ia tak dapat menyangkal bahwa Tineke menawan dengan caranya sendiri. Kebaikan hati, kelembutan, dan pembawaan yang menyenangkan adalah sisi lain seorang Tineke yang mampu membuat Peter jatuh hati. Begitupula dengan Tineke. Meskipun ia menganggap Peter sebagai lelaki yang pemarah dan selalu bersikap seenaknya, namun ia merasa jauh lebih hidup setelah mengenal Peter. Belakangan—yang membuatnya bertambah simpati dengan Peter—ia mengetahui jika lelaki itu adalah orang tua asuh dari tiga anak kecil di sebuah panti asuhan. Sifat mulia tersebut sama dengan sifat yang dimiliki tokoh Peter Pan dalam dongeng kesukaannya.
        Namun, suatu hari Tineke melihat Peter dan Windry berpelukan di taman. Pemandangan itu membuatnya cemburu sekaligus kesal, karena Peter berpelukan di tempat umum. Tineke pun berlari meninggalkan tempat itu tanpa tahu jika buku dongeng Peter Pan-nya jatuh dari tas ranselnya. Mulai pada bagian inilah, novela “Tink for Peter (Pan)” terasa asyik untuk diikuti hingga akhir.
        Halaman-halaman sebelumnya terasa agak lambat. Banyak penggambaran yang tidak perlu dan peristiwa yang terlalu dipanjang-panjangkan. Misalnya pada bagian “Master Slam Dunk dan Si Karung Beras”. Pada bagian ini ada penggambaran mengenai Tineke yang lebih suka naik metromini daripada diantar dengan mobil. Deskripsi tersebut terasa tidak perlu, karena tidak “membentuk” karakter Tineke yang menjadi penyebab ia disukai tokoh Peter maupun Bram. Lalu ada penggambaran tentang Tineke yang terpesona dengan senyum Pak Albert saat dosen itu meminta tolong, hingga akhirnya Tineke mau membawa buku-buku Pak Albert (hlm. 96). Penggambaran tersebut terasa “mengulur-ulur” waktu, padahal inti pada bagian ini adalah ingin menampilkan Bram sebagai “pahlawan” Tineke. Lagipula, Pak Albert tidak hadir lagi di bagian cerita yang lain.
        Meskipun demikian, bukan berarti pada bagian-bagian awal tersebut tidak ada peristiwa yang menarik. Banyak hal yang menarik, terutama pada bagian Tineke merawat Peter yang sedang sakit. Hanya saja semua “perkenalan” tersebut terasa sangat lambat menuju konflik.  
        Namun, ketika pembaca telah dihadapkan pada konflik cerita, novela ini menjadi sangat menyenangkan dibaca. Dikisahkan selanjutnya bahwa Tineke menangisi buku dongeng Peter Pan-nya yang hilang. Ia pun menelepon Bram, meracau tentang kehilangan bukunya itu, lalu menangis. Ia juga menceritakan bagaimana ia melihat Peter dan Windry berpelukan di taman. Saat itulah Bram tersadar sesuatu. Setelah merangkai peristiwa demi peristiwa yang terjadi antara Peter dan Tineke yang dilihatnya selama ini, ia tersadar bahwa sesungguhnya Peter dan Tineke saling jatuh cinta. Bram pun merasa telah kalah, karena selama ini ia tidak berani mengungkapkan perasaannya pada Tineke. Bram tidak siap menghadapi anggapan teman-temannya jika mereka tahu bahwa ia yang tampan dan bertubuh atletis menyukai perempuan gendut yang mendapat julukan “Si Karung Beras”.
        Bram akhirnya bertekad untuk membuktikan cintanya pada Tineke dengan memberikan kejutan pada perempuan itu. Ia yakin dengan kejutan itu, Tineke akan berbahagia di acara bazar dan pentas seni dalam perayaan valentine’s day yang diadakan kampus mereka. Apa kejutan yang diberikan Bram untuk Tineke? Apakah Tineke akan benar-benar bahagia dengan kejutan itu? Lalu bagaimana dengan buku dongeng Tineke? Mengapa Peter juga memiliki buku dongeng yang sama dengan milik Tineke?
        Novela ini menarik karena bersinggungan dengan dongeng Peter Pan dan Tinkerbell yang sudah tidak asing bagi kita, khususnya bagi pencinta karya sastra. Apalagi pengarang mentransformasikan sosok Tinkerbell yang cantik menjadi sosok Tineke yang gendut.
        Meskipun demikian, novela ini tidak luput dari kekurangan. Selain bagian-bagian awal yang lambat, kekurangan novela berjumlah 71 halaman ini juga terletak pada ketidaksesuaian karakter Peter yang dirasakan Tineke dengan yang digambarkan pengarang sepanjang cerita. Dalam novela, Tineke menganggap Peter sebagai laki-laki yang konyol. Hal tersebut terlihat pada kutipan-kutipan berikut: “Ia merasa jauh lebih hidup sejak kehadiran laki-laki konyol yang pemarah dan selalu seenaknya itu (hlm. 115).” “Sejak ia mengenal Peter. Ia tidak bisa melupakan sosok Peter. Peter yang konyol. Peter yang urakan dan selalu seenaknya sendiri (hlm. 128).” “Di balik kenakalan dan kekonyolan yang selalu ditampilkan Peter di depan semua orang, ternyata ada kebaikan tersembunyi yang mungkin tidak pernah disadari orang-orang di sekitar laki-laki itu (hlm. 129).” Namun, anggapan Tineke bahwa Peter adalah lelaki konyol yang dihadirkan pengarang dalam bentuk narasi pada ketiga kutipan tersebut, tidak ditampakkan dalam bentuk tindakan maupun percakapan-percakapan Peter, sehingga pembaca sama sekali tidak merasakan ada kekonyolan di diri Peter.
        Satu hal yang membuat novela ini mampu menutupi kekurangan-kekurangan yang ada, yaitu adanya surprise bahwa buku dongeng milik Peter dan Tineke memiliki latar belakang yang sama, sehingga keduanya begitu menyayangi buku dongeng mereka masing-masing.
        Selanjutnya, “Second Love” karya Kezia Evi Wiadji. Novela ketiga dalam Be Mine ini berkisah tentang jalinan cinta antara Tiara dan Jimmy yang terhalang keberadaan “orang ketiga” dalam hidup Tiara. Orang ketiga itu adalah mantan suami Tiara yang sudah meninggal. Ada satu hal yang membuat Tiara tidak mampu melupakan mantan suaminya yang bernama Brian itu, yaitu rasa bersalah.
        Tiara dan Jimmy adalah janda dan duda yang masing-masing memiliki seorang anak. Anak Tiara bernama Mia, sedangkan anak Jimmy bernama Leon. Mia dan Leon yang sama-sama berusia lima tahun adalah teman akrab. Selain karena sekolah mereka yang sama, rumah mereka yang dekat (hanya dibatasi tujuh rumah) membuat Leon sering datang bermain ke rumah Mia. Leon pun sudah akrab dengan Tiara. Namun, Tiara dan Jimmy sama sekali belum pernah bertemu, karena Jimmy seringkali keluar kota untuk urusan pekerjaan. Leon pun lebih banyak diasuh oleh ibu Jimmy.
        Di awal kisah, Tiara dan Jimmy akhirnya bertemu untuk pertama kalinya. Pertemuan itu terjadi saat Tiara dan Mia sedang makan di sebuah restoran cepat saji, lalu Jimmy dan Leon datang belakangan. Karena tak ada lagi meja kosong kecuali dua kursi di mejanya, Mia pun memanggil Leon dan papa Leon untuk duduk bersama ia dan mamanya (hlm. 167-168). Pertemuan pertama tersebut kemudian berlanjut ke pertemuan-pertemuan lainnya yang membuat Tiara dan Jimmy saling menyukai dan akhirnya menjalin kasih.
        Novela berjumlah 69 halaman ini memiliki kisah yang sangat manis. Sepanjang cerita, pembaca disuguhkan peristiwa-peristiwa penuh kehangatan yang dialami dua keluarga kecil Tiara dan Jimmy. Selain itu, pengarang juga sangat piawai mengatur alur. Kezia tahu peristiwa yang lebih dahulu harus dimunculkannya dan peristiwa yang harus dimunculkan berikutnya, sehingga ada kejutaan bagi pembaca. Misalnya dengan adanya prolog (pembukaan). Prolog yang mengambil suasana valentine’s day tersebut ternyata adalah sebab dari permasalahan dalam hubungan Tiara dan Jimmy yang hadir di pertengahan cerita.
        Novela “Second Love” ini memang lebih menonjolkan konflik batin yang dialami tokoh Tiara dan Jimmy, namun hal tersebut sama sekali tidak mengurangi nilai rasa novela ini. Apalagi dalam penceritaan, pengarang menggunakan sudut pandang orang pertama secara bergantian antara Tiara dan Jimmy, sehingga pembaca mudah larut dalam perasaan kedua tokoh utama tersebut.
        Tidak ada kekurangan yang terasa sepanjang membaca kisah dalam novela ini. Sekali lagi, novela ini sangat manis.
        Akhirnya, Be Mine adalah buku kumpulan novela yang layak Anda miliki. Buku ini dapat dibaca oleh remaja hingga orang dewasa. Selain menghibur, kisah-kisah dalam tiga novelanya juga menghadirkan pesan-pesan moral tersendiri. “In Love with You” mengajarkan kita bahwa untuk meraih suatu keinginan, seseorang perlu berusaha dengan giat. “Tink for Peter (Pan)” mengajarkan kita untuk tidak malu dengan kekurangan fisik yang kita miliki dan juga yang dimiliki orang-orang di sekeliling kita. Menonjolkan kelebihan di balik kekurangan justru adalah yang harus kita lakukan. Sementara itu, “Second Love” mengajarkan kita untuk tidak larut dalam penyesalan dan rasa bersalah. Kedua hal tersebut hanya akan menjauhkan kita dari kebahagiaan yang bahkan telah ada di depan mata.  
        Buku yang bersampul merah jambu ini dikemas begitu menarik. Ada gambar-gambar cantik yang disertakan hampir di setiap lembarannya. Meskipun masih ada beberapa kesalahan penulisan, tetapi tidak sampai mengganggu kenyamanan dalam membaca. Terakhir, kumpulan novela ini bisa menjadi kado untuk orang-orang terkasih, karena tiga novela di dalamnya menghadirkan kisah cinta yang dibalut dengan suasana hari kasih sayang.


*Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti lomba review novela Be Mine. Info lomba klik http://medpressfiksi.tumblr.com/post/77432076304/lomba-review-novel-be-mine

Tidak ada komentar:

Posting Komentar