Sabtu, 24 Mei 2014

[Resensi Buku Say: No, Thanks]

Buku Cerdas untuk Generasi Muda Tanpa Miras
Resensator: Susi S. Idris



Judul Buku        : Say: No, Thanks
Penulis              : Fahira Idris
Co Writer          : Sofie Beatrix dan dr. Tamam Jauhar
Ilustrator            : @L1LIO
Penerbit             : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan             : Pertama, 2014
Tebal                 : 213 halaman
ISBN                : 978-602-03-0324-6

        Miras atau minuman keras sangat berbahaya bagi orang-orang yang mengonsumsinya, karena dapat menyebabkan hilangnya kesadaran, kecanduan, bahkan dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang berujung pada kematian. Miras juga merupakan pemicu terjadinya tindak kriminal dan kecelakaan lalu lintas yang seringkali merugikan banyak orang. Oleh sebab itu, sudah seharusnya barang berbahaya tersebut dijauhi oleh siapa pun, terutama oleh para remaja (generasi muda). Namun kenyataannya, saat ini semakin banyak pengguna miras yang berasal dari kalangan remaja. Hal tersebut disebabkan karena orang-orang di bawah usia 21 tahun memiliki kondisi yang masih labil, sehingga cenderung mudah dipengaruhi, termasuk dalam hal mencoba minuman keras.  
        Menyadari bahwa peredaran miras di kalangan generasi muda Indonesia sudah sangat memprihatinkan, Fahira Idris menuangkan gagasannya tentang bahaya mengonsumsi miras dalam buku berjudul Say: No, Thanks. Buku ini merupakan salah satu cara Fahira Idris untuk mengampanyekan bahaya miras secara cepat dan menjangkau seluruh wilayah di Indonesia. Selain melalui media buku, Ketua Gerakan Nasional Anti Miras ini juga gencar melakukan kampanye langsung di sekolah-sekolah tentang bahaya mengonsumsi miras melalui program AntiMiras Goes To School.
        Say: No, Thanks karya Fahira Idris yang dibantu co writer Sofie Beatrix dan dr. Tamam Jauhar ini sangat menarik untuk dibaca, karena ditulis dengan gaya bahasa yang ringan khas anak muda. Selain itu, buku ini juga disertai dengan gambar-gambar (ilustrasi) lucu sebagai pendamping pada setiap pembahasan.
        Buku dengan sampul dominan berwarna merah ini terdiri atas tiga belas bagian yang menyajikan beragam informasi mengenai miras, mulai dari apa itu miras, sejarah miras, bahaya mengonsumsi miras, hingga kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan untuk memerangi miras. Ketiga belas bagian tersebut secara berurutan berjudul “Kenalan Sama Miras”, “Sejarah Miras”, “The Drunken Masters”, “Alcohol Drag Me to Hell”, “Look What U’ve Done!”, “Aku Minumnya Dikit Aja, Kok…”, “Bang Napi: Alkohol pada Minuman Ringan, Waspadalah! Waspadalah!” “The Battle of Alcohol Abusers”, “Kriminalitas Merajalela”, “Dari Miras ke Narkoba”, “Yuk, GeNAM Style aja!”, “Gimana Caranya Bergabung Sebagai Pejuang Anti Miras?”, dan “Titipan Uni Fahira untuk Ortu Kalian”.
        Target pembaca buku ini adalah para generasi muda di bawah usia 21 tahun. Fahira memang memfokuskan kampanye anti miras kepada anak-anak muda. “… apabila pendidikan kita berikan kepada anak-anak remaja di bawah 21 tahun, kelak mereka dewasa akan lebih memilih menghindari MiraS dengan sendirinya (hlm. 185).”
        Buku Say: No, Thanks ini sangat seru untuk dibaca, karena pemaparan seputar miras disajikan dengan humor-humor yang menggelitik, namun tetap memberikan wawasan bermanfaat. Misalnya pada bagian pertama dalam buku ini yang berjudul “Kenalan Sama MiraS”. 
        Yup, MiraS! Bukan Mira W (penulis), bukan Mira A (temen SMP saya yang nyembunyiin bekal  makanan saya), bukan pula artis model cantik… Tyas MiraS… Ih! (hlm. 2).” 
        Setelah humor tersebut, di halaman selanjutnya (hlm. 3) dijelaskan bahwa alkohol yang ada di dalam minuman keras adalah golongan Etanol yang memiliki efek psikoaktif, yang artinya akan secara aktif memengaruhi kejiwaan si peminum sehingga timbullah yang disebut dengan GMO atau Gangguan Mental Organik.
        Selain itu, pada bagian “Kenalan dengan MiraS” juga dibahas bagaimana modus miras saat mengajak seseorang berkenalan. Pembahasan ini membuka mata kita bahwa orang-orang yang menawarkan miras selalu menghasut dengan iming-iming luar biasa, padahal sudah jelas bahwa miras tidak memiliki manfaat seperti yang sering dikatakan para penghasut tersebut.
        “Pengen tambah energi? Coba ini, deh."
        “Susah move on? Kamu pasti butuh ini."
       A
tau yang paling sering kita denger, “Sob, kamu ngga nyoba, ngga gaul!"
        Trus kalau minum MiraS kamu jadi gaul? Apa dengan minum MiraS kamu yang cupu bakalan jadi keren? Ngga sama sekali! (hlm. 5).
        Say: No, Thanks merupakan buku yang sangat informatif. Banyak informasi penting seputar miras yang dibahas dalam buku ini, misalnya mengenai jenis-jenis miras yang beredar di Indonesia, kenyataan bahwa miras dijual bebas di supermarket, minimarket, hingga di warung-warung kecil, serta informasi bahwa sejak tahun 2009 telah ada Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia mengenai larangan menjual miras di beberapa tempat umum dan larangan menjual miras pada pembeli di bawah usia 21 tahun. Informasi-informasi tersebut mungkin masih sedikit yang mengetahuinya, sehingga dengan membaca buku ini, para pembaca bisa lebih waspada dan ikut aktif memerangi peredaran miras di Indonesia, khususnya di lingkungan tempat tinggal masing-masing. 
        Pembahasan yang tak kalah informatif dan menarik juga terdapat pada bagian “The Battle of Alcohol Abusers”. Pada bagian ini dibahas mengenai artis-artis dunia yang kecanduan miras dan butuh bertahun-tahun untuk bebas dari belenggu minuman keras. Semua artis yang dibahas dalam bagian ini ternyata menyesal telah mengonsumsi miras, karena kehidupan sosial mereka menjadi berantakan akibat kecanduan miras. Daniel Radcliffe, misalnya. Si Harry Potter ini mengaku bahwa sebelum mengenal alkohol ia adalah pribadi yang sopan, namun setelah mengonsumsinya dan kecanduan, Daniel mengaku menjadi pribadi yang menyebalkan (hlm. 95).
        Tulisan dalam buku ini dicetak dengan ukuran huruf yang cukup besar, sehingga tidak menyulitkan saat dibaca. Pembahasan pada setiap bagian dalam buku ini juga tidak terlalu banyak, sehingga pembaca tidak mudah jenuh. Selain itu, setiap selesai membahas satu bagian, ditampilkan artikel para pemenang Lomba Blog Anti Miras tahun 2013.
        Ada tiga belas artikel pemenang Lomba Blog Anti Miras yang ditampilkan dalam buku ini. Artikel-artikel tersebut juga ditulis dengan gaya bahasa yang ringan dan penuh dengan informasi bermanfaat mengenai bahaya mengonsumsi miras. Misalnya pada artikel pertama dalam buku ini yang berjudul “Yuk, Perang Melawan Miras” karya @rizkialfariizi. Artikel ini mengajak para pembaca untuk sama-sama memerangi miras. Ajakan tersebut diperkuat dengan penjelasan tentang bahaya miras bagi pengonsumsinya. Artikel ini ditulis dengan gaya bertutur yang kocak, seperti pada kutipan berikut: 
        .... Kalo lo nyoba MiraS, seger di awal aja. Akhirnya, bisa abis badan lo. Udah sakit, gangguan mental, masa depan hancur, dosa lagi! Sama aja kayak udah jatuh ketimpa tangga, mau bangkit digigit anjing, mau lari keserempet becak, mau marah ditabrak tukang roti, sakit, mau berobat dokternya meninggal, lo pulang dokternya hidup lagi. Nggak enak ‘kan? Makanya, stop MiraS! (hlm. 23).
        Blogger lain juga menuangkan gagasan-gagasan anti miras yang tak kalah menarik dan informatif. Banyak di antara para blogger tersebut memulai dari pengalaman mereka saat bersinggungan langsung dengan pengonsumsi miras. Tulisan-tulisan tersebut secara umum menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat Indonesia terhadap bahaya miras masih sangat rendah, sehingga masih banyak yang mudah tertipu dengan rayuan orang lain untuk mengonsumsi miras. 
        Meskipun memiliki banyak kelebihan, buku ini juga tidak luput dari kekurangan, di antaranya adalah terdapat kalimat-kalimat yang tidak terstruktur dengan baik dan hal itu ditemukan pada beberapa tulisan para blogger pemenang Lomba Blog Anti Miras 2013.
        Pada artikel berjudul “Generasi Emas Tanpa Miras” karya Roni Irawan kita akan menemukan beberapa kalimat yang tidak terstruktur dengan baik. Penyajiannya juga sedikit berbelit-belit, sehingga mungkin saja pembaca akan melewatkan artikel ini, padahal sebenarnya isi artikel ini sangat menarik. 
        …. Betapa kagetnya kita, kita ketika yang menjadi pengemudi dari kendaraan/bus yang kita tumpangi dikemudikan orang yang lemah kesadarannya, pasti kita akan bertanya-tanya bagaimana nasib kita? (hlm. 170-171).
        Kalimat-kalimat yang tidak terstruktur dengan baik juga terdapat pada artikel berjudul “Pendidikan dan Agama, Benteng Kuat Menjauhi Miras” karya pemilik blog aslich.blogspot.com. 
        …. Para remaja yang penuh rasa ingin tahu dan hanya menginginkan kesenangan tanpa berpikir panjang berpikir, hendaknya dikendalikan dengan pola pendidikan yang tepat. Pendidikan tidak hanya berlangsung di sekolah saja, namun juga harus ada pengawasan dari orang tua dan lingkungan sosial mutlak diperlukan. Dengan menciptakan lingkungan bebas alkohol dan minuman keras, membatasi ruang gerak distribusi MiraS akan menutup peluang penyalahgunaan MiraS pada remaja serta akibatnya (hlm. 190-191).
        Selain mengenai struktur kalimat, dalam buku ini terdapat pula kalimat yang tidak memiliki lanjutan. Misalnya pada artikel berjudul “MiraS Menggodaku” karya blogger Anggita Bayu. 
        …. Ternyata temen gue ada yang lebih parah, dia sejak SD sudah minum MiraS! Dengerin aja percakapan gue berikut ini. Dari situ bisa disimpulkan bahwa mereka mulai minum minuman keras atau beralkohol berawal dari ajakan dan coba-coba yang berakhir dengan kecanduan (hlm. 80).
        Berdasarkan kutipan tersebut dapat dilihat bahwa tidak ada percakapan yang dimaksud Anggita. Kalimat selanjutnya hanya berupa kesimpulan dari percakapan yang tidak ditampilkan.
        Meskipun demikian, kesalahan-kesalahan teknis tersebut tidak sampai mengurangi kemanfaatan informasi dalam buku ini. Kekurangan-kekurangan tersebut tentunya bisa diperbaiki pada cetakan selanjutnya, agar buku ini menjadi lebih nyaman untuk dibaca.
        Akhirnya, Say: No, Thanks merupakan buku cerdas yang patut dibaca oleh generasi muda Indonesia. Banyak informasi bermanfaat dalam buku ini yang akan menambah wawasan kita mengenai dampak buruk mengonsumsi miras. Sudah saatnya generasi muda Indonesia berani berkata: no, thanks saat ditawari mengonsumsi miras. Katakan tidak pada miras, katakan ya pada prestasi!

* Resensi ini diikutkan dalam Lomba Menulis Resensi Buku Say: No, Thanks karya Fahira Idris. Info lomba klik di sini

Kamis, 15 Mei 2014

[DIARY SANG ZOMBIGARET]

Rokok Bikin Kagok*
Karya Susi S. Idris

Januari 2014
        Kupandangi kamar kos berukuran 4 × 4 meter ini dengan tatapan sendu. Kemarin aku masih ada di rumahku yang mewah, sekarang aku harus tinggal di kamar pengap dengan lantai semen dan dinding tripleks seperti ini.
        “Semuanya salah, Mas. Sudah kubilang sejak kita pacaran dulu, jangan merokok! Tapi Mas nggak mau dengar,” ucap istriku sambil melipat pakaian dan memasukkannya ke dalam kardus. Rumah mewah kami dan semua isinya telah disita oleh pegadaian, karena kami tak mampu membayar cicilannya hingga jatuh tempo kemarin. Rumah itu memang terpaksa kami gadaikan untuk biaya pengobatan kanker mulut akut yang kuderita.
        Aku hanya bisa diam mendengar ocehan istriku. Sebenarnya ingin sekali kukatakan kalimat penyesalanku, tetapi tak satu pun kata bisa keluar dari mulutku yang sakit ini. Akhirnya semua kata-kata di benakku lesap jadi air mata.
        Melihat tumpahan air mataku, istriku mendesah, kemudian menyodorkan tisu padaku. “Nggak usah nangis, Mas. Semuanya udah terjadi, kita nggak mungkin bisa kembali ke masa lalu.”

Juli 2004

        “Hans, kamu merokok, ya? Merokok itu nggak baik untuk kesehatan, Sayang. Banyak orang meninggal karena rokok.”
        “Kamu tenang aja, Yes. Itu hanya omong kosong kok. Orang meninggal ya karena sudah ajal.”
        “Iya, tapi kalau penyebab meninggalnya karena kanker paru-paru, dan kanker itu disebabkan karena kebiasaannya merokok, ya tentu menyedihkan.”
        “Terserah kamu deh, yang penting kita masih pacaran kan?”
        “Asal kamu nggak merokok lagi.”
        “Mm.”
 ***
        Aku tidak pernah kelihatan merokok lagi di hadapan kekasihku itu. Aku pun selalu menggosok gigi dan makan permen wangi sebelum ketemuan dengan Yessi. Namun, diam-diam aku masih selalu mengisap benda itu.

Februari 2014
        Bubur nasi di hadapanku belum kusentuh. Hanya makanan inilah yang kini bisa kumakan dengan kondisi bibir dan gusi yang bengkak.
        “Dimakan dong, Mas,” ucap istriku yang sedang berdandan di depan cermin. “Nanti Mas mati kalau nggak makan.”
        “Kao … mohema … na?” tanyaku sambil menahan nyeri di mulut setelah menelan sesendok bubur. Istriku berbalik dan melongo. Ia mungkin bingung dengan kata-kataku.
        “Oh, aku mau pergi cari kerja dulu, Mas. Kalau tidak ada yang kerja, bisa-bisa kita diusir dari kamar ini,” ucap Yessi seraya mengambil sepatunya dan bergegas pergi. Dadaku sesak bukan main. Aku merasa menjadi suami yang tidak berguna lagi.

Maret 2014
        Aku terus melap pendarahan di gusiku dengan sapu tangan. Sejak pindah ke kos ini, aku tak lagi melakukan kemoterapi karena keterbatasan biaya. Hari-hari hanya kuisi dengan melamun di depan jendela, menahan sakit, menunggu maut.
        Tiba-tiba perutku keroncongan. Aku langsung melirik jam di dinding. Sudah pukul 16.15 dan aku belum makan sejak pagi. Hampir dua minggu ini Yessi selalu pergi pagi-pagi sekali dan pulang menjelang magrib. Katanya dia bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran. Aku tidak mempermasalahkan pekerjaannya. Yang kusedihkan, akhir-akhir ini Yessi tidak pernah lagi membuatkanku sarapan.
        Aku berdiri dari kursi plastikku dan mencari-cari uang di laci dengan tangan yang gemetar. Ada dua uang koin seribu rupiah. Aku langsung mengambilnya dan segera keluar kamar untuk membeli bubur instan di warung.
        Dengan tertatih-tatih aku berjalan menuju sebuah warung di ujung lorong. Darah dari  mulutku terus mengalir dan aku lupa membawa sapu tangan. Di tengah jalan, tiba-tiba segerombolan anak kecil meneriakiku dengan sebutan … Zombi.
        “Eh, liat dia! Dia mirip Zombi!”
        “Hahaha … iya, dia Zombi.”
        Ketiga anak kecil ini lalu bertepuk tangan sambil mengentak-entakkan kakinya di tanah. Mereka lalu berteriak dengan nada yang kompak. “A-da Zombi, a-da Zombi, a-da Zombi.” Aku menatap kesal pada mereka. Semuanya pun bergegas lari.
        Aku tidak jadi ke warung dan segera kembali ke kamar dengan perasaan sedih. Di kamar aku buru-buru mengambil cermin milik istriku. Saat pantulan wajahku terlihat di cermin bundar ini, tubuhku mendadak gemetar.
        Tidaaak, aku bukan Zombi! Teriakku tanpa suara.

* Kagok adalah (1) susah atau menjadi terhalang untuk melakukan sesuatu; (2) sulit melafalkan kata.

Minggu, 11 Mei 2014

Duhra

rindu menjumpai
matamu yang menganut pagi
bening dan sepi

di luasnya hari
meski sempit durasi
kata-katamu menghimpun pati
menepati janji

duhra,
di usiaku yang khayali
aku kanak-kanak kembali
memburu angin
memintal kabut dingin

rindu membuatku lugu
duhra,
masih kutunggu suara kakimu
mengantar bunyi ke telinga dan dadaku

tapi sunyi

Kendari, 2013

Sabtu, 10 Mei 2014

Langkah Demi Langkah Bi-Pro Magazine Menuju Situs Bisnis dan Promosi Nomor Satu

Oleh: Susi S. Idris (@susIdris)

Kekuatan dan perkembangan hanya akan datang
melalui usaha dan perjuangan terus-menerus.
(Napoleon Hill, penulis buku Think and Grow Rich)

Bisnis kini menjadi salah satu bidang pekerjaan yang digeluti banyak orang di Indonesia, baik yang memiliki latar belakang pendidikan bisnis maupun orang-orang awam yang memiliki cita-cita bisa hidup lebih baik dari usaha-usaha komersial yang diciptakannya, baik dalam skala mikro maupun makro.

Sejalan dengan semakin banyaknya pelaku bisnis tersebut, kehadiran media bisnis sangat dibutuhkan sebagai sarana informasi mengenai perkembangan bisnis yang terjadi dalam lingkup nasional maupun internasional. Selain itu, media bisnis juga dapat menjadi wadah promosi untuk meningkatkan popularitas suatu usaha. Manfaat yang lebih besar dari kehadiran suatu media bisnis adalah dapat menggerakkan minat orang lain, khususnya para tunakarya, untuk menciptakan lapangan pekerjaan dengan cara berbisnis.

Tanggal 11 Desember 2013 lalu, telah hadir sebuah media bisnis dalam bentuk majalah bisnis dan promosi online yang bernama Bi-Pro Magazine. Di era digital seperti saat ini, penyebaran informasi bisnis melalui majalah online merupakan sebuah pilihan cerdas, karena lebih efektif dan efisien. Namun, di sisi lain pilihan tersebut juga penuh dengan tantangan.

Sebelum Bi-Pro Magazine hadir, di Indonesia telah ada beberapa surat kabar bisnis dalam bentuk cetak maupun online, seperti Bisnis Indonesia dan Medan Bisnis. Selain itu, di Indonesia juga banyak situs berita online yang meskipun tidak berbasis bisnis, namun tetap menyajikan informasi bisnis di salah satu rubriknya.

Dengan demikian, untuk menjadi situs bisnis dan promosi nomor satu di Indonesia, Bi-Pro Magazine perlu usaha yang lebih gigih untuk mewujudkannya.   

Berkenalan Lebih Dekat dengan Situs Bi-Pro Magazine
Nama Bi-Pro diambil dari penggalan kata “Bisnis” dan “Promosi”. Anda yang ingin berkenalan dengan Bi-Pro Magazine, silakan berkunjung ke situs resminya, yaitu www.bipro-magazine.com. Bi-Pro Magazine juga dapat diakses melalui Android dengan mendownload aplikasi BiProMagazine.comForAndroid.

Saat ini jika kita masuk ke situs resmi Bi-Pro Magazine, kita akan melihat tampilan header web (1) yang berwarna biru dengan tulisan “bi-pro magazine (Majalah Bisnis dan Promosi)” yang berwarna putih. Di samping kiri header terdapat logo Bi-Pro Magazine (2), yaitu empat buah kotak dengan dua kotak atas masing-masing berwarna merah dan hijau, sedangkan dua kotak bawah masing-masing berwarna biru dan kuning. Kotak berwarna kuning dibuat lebih kecil dari tiga kotak lainnya. Tampilan header Bi-Pro Magazine tersebut sangat elegan. Penggunaan warna yang beragam mencerminkan bahwa situs ini menghadirkan informasi yang variatif. Namun, ada yang masih kurang jika kita melihat sebuah brand, yaitu tagline atau slogan. Kehadiran tagline akan membuat Bi-Pro Magazine semakin mudah dikenali masyarakat. Selain itu, tagline juga membantu dalam upaya “memperkenalkan” keunggulan Bi-Pro Magazine dibandingkan dengan situs bisnis lainnya. 


Sebagai majalah bisnis dan promosi yang baru berusia beberapa bulan, Bi-Pro Magazine telah menghadirkan banyak artikel untuk para pembacanya. Para pembaca pun dimudahkan dalam mengakses berita yang diinginkannya, yaitu dengan melihat rubrik berita di menu bar (3). Saat ini di menu bar terdapat rubrik “bisnis”, “promosi”, “pariwisata”, “info” yang terdiri atas info produk, fashion, kuliner, budaya, dan hotel, juga ada rubrik “update” yang terdiri atas update perbankan, investasi, properti, socmed, dan hiburan. Untuk memudahkan komunikasi dengan Bi-Pro Magazine, di menu bar juga terdapat kontak Bi-Pro Magazine, berupa facebook, twitter, Google+, dan cara memasang iklan. Selain itu, di bawah header terdapat slide berita (4) yang dapat digeser ke kanan atau ke kiri. Slide tersebut menunjukkan berita-berita teraktual di Bi-Pro Magazine.


Berita-berita yang Membuat Jatuh Cinta
Berbeda dengan majalah versi cetak pada umumnya yang biasa terbit satu bulan sekali, Bi-Pro Magazine yang di-launching di salah satu mal di Pekanbaru ini, meng-update beritanya setiap hari. Hampir sama dengan surat kabar harian, namun liputan Bi-Pro Magazine lebih terencana, terarah, dan komunikatif, dengan sajian yang komprehensif mengenai bisnis dan promosi. Oleh sebab itu, setiap harinya tidak terlalu banyak informasi yang dihadirkan Bi-pro Magazine, namun di situlah letak keunggulannya. Setiap berita yang dihadirkan selalu berkualitas (tidak asal-asalan) dari segi isi maupun penyajiannya (5). Hal tersebut dapat dilihat mulai dari pemilihan judul yang menarik, isi berita yang tidak melenceng dari judul, penyampaian yang komunikatif (mengingat banyak istilah-istilah bisnis yang kurang familiar oleh masyarakat awam), memenuhi unsur 5 W + 1 H, serta penulisan berita yang memenuhi kaidah penggunaan EYD. Poin yang terakhir ini terkesan sepele, namun sesungguhnya sangat memengaruhi minat baca seseorang.


Berita atau informasi-informasi yang disajikan dalam Bi-Pro Magazine memang mampu membuat pembaca jatuh cinta dan ingin terus berkunjung ke Bi-Pro Magazine. Konten beritanya yang seringkali mengambil sisi unik dari sebuah bisnis dan promosi (6), menjadi salah satu keunggulan Bi-Pro Magazine. Hal tersebut terlihat pada gambar berikut. Siapa yang tidak tertarik untuk membaca keempat berita ini?


Namun, sebagai majalah bisnis dan promosi, Bi-Pro Magazine harus konsisten dengan tujuan kelahirannya. Karena Bi-Pro Magazine telah memilih untuk menjadi majalah bisnis dan promosi, seharusnya Bi-Pro Magazine konsisten dengan hal tersebut, yaitu dengan menyajikan berita atau artikel-artikel yang hanya berkaitan dengan bisnis dan promosi. Berita perceraian artis atau hal-hal yang berkaitan dengan gosip selebritis yang tidak ada kaitannya dengan bisnis, sebaiknya tidak dihadirkan dalam majalah ini. Mengapa? Karena hal tersebut juga sudah dilakukan oleh situs-situs berita lainnya yang jumlahnya puluhan. Selain itu, berita-berita tersebut hanya akan “mengacaukan” identitas Bi-Pro Magazine sebagai majalah bisnis dan promosi.